Sebuah Kesalahan Jika Tak Kenal Salah
- Himakom Upnvjatim
- 28 Mei 2018
- 2 menit membaca

Jika kamu pencinta sepak bola pasti kenal dengan penyerang berkebangsaan Mesir yaitu M. Salah. Kepiawaiannya mengolah si kulit bundar membuat ia menjadi pusat perhatian baru setelah selama ini hanya berkutat pada CR7 dan Messi. Lewat skill bermainnya yang begitu apik, ia berhasil menghantarkan klub yang dibelanya yaitu Liverpool FC sampai ke fase final Liga Champion di Kiev Ukraina kemarin (27/5). Kegemilangan pencapaian tersebut bagaikan gula yang membuat para media menyorot fenomena ini, fokusnya adalah Salah.
Fokus tersebut bukan semata-mata hanya pada kemampuan bermain Salah namun juga pada latar belakangnya, Ia seorang muslim. Beramai-ramai media mengambil framing dari segi agama. Memang akhir-akhir ini konten dengan framing agama merupakan konten yang laris manis dikonsumsi, terlebih di media sosial. Ikhwal tersebut tercermin dalam Pilkada DKI, konflik timur tengah, hingga pernyataan seorang politisi tentang āpartai allah dan partai setanā. Berbagai fenomena tersebut menjadikan media sebagai fasilitator euphoria khalayak.
Tak heran jika setiap detail dari M. Salah yang berbau islami selalu menjadi konten yang menarik untuk diposting di sosial Media. Salah tak hanya hadir pada akun-akun informasi sepakbola melainkan ia juga hadir di akun dakwah islam. Pesepak bola asal Mesir tersebut digambarkan sebagai āpahlawan umatā di dunia persepakbolaan. Dengan iring-iringan musik islami (now playing deen-assalam) disertai voice over dari penceramah Sekelas Ustad Abdul Somad dan tak ketinggalan potongan video-video selebrasi islami khas Salah, siap upload. Turut meramaikan pula, ustad-ustad yang memiliki banyak jamaah (followers) salah satunya Yusuf Mansur juga memposting tentang Salah.
Fenomena ini hampir sama seperti Jokowi effect pada 2014 lalu namun yang membedakan adalah latar belakangnya. Jokowi effect terjadi karena media mengemas sosok Jokowi sebagai figur yang sederhana dan merakyat (terlepas dari yang menyebutnya pencitraan). Jika momentum puncak dari Salah adalah saat membawa Mesir lolos ke piala Dunia, Jokowi melejit ketika ada mobil ESMK.
Fenomena ini menurut teori framing dari Entman yang melihat framing dalam dua dimensi besar : seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu. Seleksi isu berkaitan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam, aspek mana yang di seleksi untuk ditampilkan.
Salah kini telah mendapat tempat tak hanya bagi penggemar sepak bola namun juga pada umat. Walaupun kenyataannya semalam, ia harus keluar lebih awal karena ulah Sergio Ramos. Penulis masih heran dengan Ramos, ente ga ada takut-takutnya sama umat?
(ivn)
Comments