PROGRAM 4L4Y
- Himakom Upnvjatim
- 19 Mar 2018
- 2 menit membaca
Senin, 19 Maret 2018

Beberapa hari terakhir, perbincangan mengenai isu “Alay” kembali marak terdengar. Hal ini tak lepas dari viralnya video dari presenter Deddy Corbuzier pada 8 maret 2018, yang membahas mengenai tayangan-tayangan di televisi yang dianggapnya “Alay”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Alay sendiri didefinisikan sebagai akronim dari kata “Anak Layangan” yang dalam penjelasannya disebutkan bahwa Alay merupakan gaya hidup berlebihan yang menarik perhatian. Dalam konteks ini program siaran “Alay” yang didefinisikan dalam video tersebut merupakan program tayangan yang hanya menonjolkan unsur hiburan yang sifatnya tidak membangun edukasi di masyarakat, serta hanya mengejar Share & Rating semata.
Dalam menyikapi hal tersebut, KPI akhirnya mengundang Deddy Corbuzier dalam acara survey indeks kualitas penyiaran pada 12 maret 2018, disana Deddy Corbuzier diberi kesempatan dalam menyampaikan keluhan mengenai banyaknya program TV hiburan yang kurang berkualitas & dianggapnya “Alay”.
Program “Alay” yang hanya menampilkan hiburan dengan menonjolkan goyangan yang bersifat kesenangan semata, serta dibumbui dengan aksi celaan & candaan fisik ditambah dengan pembukaan aib seseorang. Menjadi jamak akhir-akhir ini, dalam berbagai jenis program acara. Mulai Talkshow hingga Variety Show. Hal ini jelas bertentangan dengan Panduan Perilaku Penyiaran & Standar Program Penyiaran (P3SPS) yang diterbitkan KPI pada 2002.
Namun eksistensi program “Alay” sendiri dilatar belakangi oleh beberapa faktor, yang paling utama adalah faktor kuantitas penonton (jumlah pemirsa) yang masih sangat banyak, dengan adanya jumlah penonton yang banyak maka Share & Rating akan makin tinggi, hal itu akan mendongkrak nilai jual produk tersebut guna mendatangkan iklan. Maka dengan korelasi yang sedemikian rupa, program “Alay” akan tetap tumbuh meskipun telah berulang kali mendapat teguran dan sanksi dari KPI.
Dalam menyikapi hal ini perlu dihadirkannya sebuah badan Sharing & Rating yang independen & diawasi langsung oleh KPI, sehingga dapat memberikan penilaian mengenai kelayakan sebuah program tersebut berjalan, serta stasiun-stasiun televisi juga harus memberikan suguhan tayangan yang berkualitas dengan memperdalam isi konten dalam sebuah program acara yang tidak hanya membahas mengenai unsur hiburan semata. Namun juga memberikan contoh hiburan yang berbobot & memiliki unsur edukasi.
Hal ini juga harus didukung pula dengan literasi media yang menyasar pada masyarakat agar dapat melakukan sensor mandiri terhadap tayangan-tayangan yang kurang layak ditonton atau dianggap “Alay” agar tidak dikonsumsi secara langsung sehingga merusak perilaku & memberikan contoh yang bruk.
Jadi bagaimana tanggapan kalian mengenai tayangan “Alay” Commers?
Krs
Comments