top of page

Pemberitaan Kekerasan dalam Media. Sudahkah Sesuai dengan Porsi?

  • Gambar penulis: Himakom Upnvjatim
    Himakom Upnvjatim
  • 25 Jun 2018
  • 2 menit membaca



Media massa benar-benar ingin menunjukkan pada masyarakat bahwa mereka adalah replikasi dari masyarakatnya. Padahal secara empiris, replikasi media massa akan terulang oleh konsumen medianya yaitu ketika masyarakat mereplikasi informasi media massa dalam proses konstruksi-rekonstruksi.

Kekerasan pada media bisa muncul secara fisik maupun verbal. Bentuk kekerasan dan sadisme media massa dengan modus yang sama di semua media massa baik cetak maupun elektronik, yaitu lebih banyak menonjolkan kengerian dan keseraman karena itu merupakan tujuan utama. Tak bisa dipungkiri bahwa menunjukkan hal yang sensasional sudah menjadi nilai berita dari suatu media dalam hal pemberitaan.

Tujuan dari pada media itu sendiri menonjolkan kengerian dan keseraman yaitu agar media massa dapat membangkitkan emosi pemirsanya. Sebenarnya membangkitkan emosi ini merupakan daya tarik luar biasa untuk menonton atau membaca kembali berita yang sama setiap disiarkan. Kostruksi macam ini dapat membuat racun bagi masyarakat karena hak dari masyarakat yang harusnya menerima pemberitaan yang berimbang tergantikan oleh peranan media dalam mengambil dan menyeleksi pemberitaan.

Sebut saja kasus yang sedang hangat di perbincangkan di belahan nusantara saat ini yaitu kasus terorisme. Tak henti-hentinya media mencekoki masyarakat hampir tiap jam nya dengan pemberitaan terorisme. Padahal jika di logika lebih dalam pemberitaan semacam tersebut malah akan menguntungkan pihak teroris karena mereka merasa terekspos oleh platform media secara gratis, media juga dapat digunakan oleh mereka sebagai aksi penyebaran agenda yang akan mereka lakukan.

Tak cukup sampai disitu, pemberitaan-pemberitaan hoax mulai bermunculan seiring dengan hangatnya isu yang diperbincangkan. Momen-momen seperti ini biasanya dimanfaatkan oleh pihak yang tak bertanggung jawab guna menyebarkan pemberitaan yang menarik simpati publik. Membuat masyarakat terlena akan berita sensasional nyatanya memang tidaklah sulit, maka tidak heran jika banyak sekali bibit-bibit hoax yang bermunculan di tengah masyarakat sendiri.

Menampilkan kekerasan dan sadisme dalam bingkai media rupanya merupakan rantai hubungan saling menguntungkan antara pihak media dan pihak teroris. Media massa akan ramai dikonsumsi publik dengan berbagai macam tayangan atau berita yang disajikan karena nilai berita tersebut mengandung sensasionalitas dan mengundang emosi publik. Sedangkan dari pihak teroris sendiri mereka merasa diuntungkan karena mendapat perhatian dan terekspos di masyarakat melalui peran media.

Jika tayangan-tayangan atau berita semacam ini terus menerus di beritakan oleh media massa tanpa memperhitungkan kapasitas dan porsi publik, maka hanya akan memberikan ketakutan dan kengerian yang timbul dalam persepsi pemirsanya. Dengan begitu, kekerasan-kekerasan akan senantiasa muncul tanpa kontrol dan kendali demi mendapat perhatian di tengah masyarakat.

Maka dari itu, sebagai platform media penyedia informasi harusnya memberitakan segala berita secara berimbang sesuai dengan porsi dan hak publik. Atau mungkin mengajak masyarakat berkontribusi dalam menekan atau meminimalisir adanya kejahatan yang ada di lapangan.

-nla

ComentƔrios


© 2018 by HARU SESULIH HIMAKOM

bottom of page