top of page

HILANGNYA FUNGSI DPR

  • Gambar penulis: Himakom Upnvjatim
    Himakom Upnvjatim
  • 4 Mar 2018
  • 2 menit membaca


Hukum Indonesia nampaknya sudah menjadi lelucon publik, permainan kotor yang merugikan rakyat pun tidak lagi menjadi aib. Belum selesai dengan kasus mega korupsi yang dilakukan pimpinan DPR, kini publik disuguh

i laga legislatif mengenai revisi UU MD3 yang bersifat antikritik.


Seolah lupa diri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang notabenenya berstatus sebagai penyalur aspirasi masyarakat, kini justru anti terhadap rakyat. Alih – alih memberikan perlindungan kepada DPR dan anggotanya yang direndahkan, nyatanya revisi UU MD3 ini diasumsikan menempatkan DPR pada zona aman. Dengan kata lain, anggota dewan akan kebal hukum dari berbagai tindak pidana yang mereka lakukan.


Hal ini tentu sudah menciderai konsep demokrasi yang diimani negara republik Indonesia. Selain itu, jika dikaji ulang, makna ‘merendahkan’ dalam revisi UU MD3 terkesan ambigu. Kata ‘merendahkan’ merujuk pada perasaan masing – masing individu yang tidak bisa diartikan universal. Secara konseptual frasa ‘merendahkan’ juga tidak ada dalam kamus hukum.


Dari sudut pandang lain, tercantum dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (1) bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak terkecuali. Dengan begitu, maka semakin jelas bahwa revisi UU MD3 bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.


Jika sudah begini, andai revisi UU MD3 ini disetujui, maka hukum Indonesia resmi dimonopoli. DPR semakin gencar bekerja untuk partai politik dan rakyat hanya bisa menjerit. Negara miskin sementara dompet tetinggi terus terisi. Bukan salah masyarakat jika mereka bersifat agresif atau mungkin cenderung konfrontatif.


Akui saja, sebagai negara hukum yang tidak menghormati hukum, Indonesia telah banyak mengalami ketimpangan. Revisi UU MD3 yang secara terang – terangan meludahi masyarakat sekaligus hukum Indonesia, merupakan salah satu bukti nyata. Konsep pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rayat, hanyalah seruan manis tanpa tindakan praktis. Lalu masih kah kita apatis saat DPR mulai egois?



Comments


© 2018 by HARU SESULIH HIMAKOM

bottom of page